Menceritakan
tentang kisah pertemuan seorang Nenek tua dengan seorang penyair. Pertemuan itu
terjadi di sebuah taman. Di taman itu lah terjadi beberapa peristiwa yang
melingkupi pertemuan antara nenek tua dengan penyair tersebut. Tidak hanya itu,
dari pertemuan itu menumbuhkan benih-benih cinta di hati penyair terhadap Nenek
tua itu. Meskipun begitu Nenek tua tidak pernah menggubris perasaan penyair.
Di
taman itu terjadi percakapan antara Nenek tua dengan penyair mengenai
bangku-bangku yang ada di taman tersebut. Penyair mempermasalahkannya karena
dia merasa perlu untuk menyampaikan apa yang dirasakan oleh bangku-bangku di
taman tersebut. Dia mengatakan bahwa dengan adanya Nenek tua di situ membuat
suasana taman menjadi dingin seperti kuburan. Bahkan dua pasangan kekasih yang
ada di taman segera pergi ketika Nenek tua datang. Inilah yang menyebabkan
kejengkelan dalam diri penyair dan dia berusaha mengungkapkannya.
Di
mulai dari percakapan ini lah kemudian mengalirlah percakapan mereka
selanjutnya. Karena merasa sudah mengenal lama maka penyair pun menanyakan
siapa nama Nenek itu karena selama percakapan mereka tidak pernah mengenalkan
namanya satu sama lain. Nenek menyebutkan namanya adalah Gendis. Kemudian
mengalirlah cerita dari mulut si Nenek tentang masa lalunya. Dia menceritakan
bahwa umurnya adalah 99 tahun. Dulunya (80 tahun yang lalu, jadi berumur 19
tahun) dia adalah seorang gadis cantik yang ditaksir seorang Jenderal bernama
Sarjono. Dan dia juga menceritakan kepada sang penyair bahwa setiap laki-laki
yang menyukainya pasti akan mati.
Namun,
karena itulah penyair mulai menaruh rasa suka pada Nenek tua. Dan dia mencoba
untuk mengungkapkannya. Tetapi oleh Nenek tua di larang dan mencoba
mengingatkannya kembali bahwa setiap laki-laki yang menyukainya pasti akan
mati. Selain itu, Nenek tua juga memperingatkan atau lebih tepatnya menasehati
agar dia jangan terlalu banyak minum karena dia masih muda.
Di
tengah percakapan antara keduanya kemudian datanglah sepasang kekasih yang lain
lagi. Di taman itu mereka bertengkar hanya karena si laki-laki tiba-tiba
teringat akan ayam-ayamnya yang ada di rumah. Tentu saja itu membuat si
perempuan marah dan memutuskan hubungannya dengan dengan sang kekasih. Ini
merupakan kisah-kisah di malam itu yang terjadi di sekeliling Nenek tua dan
penyair. Dengan kedatangan sepasang kekasih tersebut kembali memunculkan
kekesalan penyair terhadap Nenek tua. Lagi
dan lagi dengan kehadiran Nenek tua di taman itu membuat suasana menjadi
sepi, tetapi justru berbeda pendapat dari Nenek tua dia mengatakan bahwa
wajah-wajah pasangan-pasangan kekasih yang berada di taman itu pucat seperti
mayat. Namun, penyair tidak setuju akan pendapat itu, justru Nenek tua itulah
yang terlihat seperti mayat.
Sementara
itu setelah kepergian sepasang kekasih itu terjadi sedikit keributan di taman
itu, yaitu antara tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Keributan
disebabkan karena mereka iri terhadap gendis. Terutama adalah tiga orang
perempuan, mereka begitu iri dengan keberadaan Gendis. Tentu saja mereka iri
karena meskipun sudah tua Gendis masih saja menarik perhatian para lelaki. Dan
ketiga lelaki itu pun mengamininya. Mereka beradu argumen mengenai Gendis.
Apakah mereka masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan Gendis. Namun pada
intinya mereka tetap iri akan keberadaan Gendis.
Setelah
kejadian itu mereka kembali pada percakapan-percakapan ringan. Nenek itu
kembali menceritakan dirinya hingga membuat penyair semakin menyukai Nenek tua
itu. Kemudian penyair mulai tidak bisa menahan perasaannya terhadap Nenek tua,
diia kemudian mengajaknya berdansa. Namun hanya sebentar saja mereka
melakukannya, Nenek tua kembali sadar dan mengingatkan penyair bahwa setiap
laki-laki yang menyukainya pasti akan meninggal dan dia mengatakan bahwa di
mukanya sudah tercoreng tanda kematian itu. Penyair tetap saja ingin mengatakan
isi hatinya kepada Nenek tua. Karena dia merasa ini adalah kesempatan
terakhirnya untuk mengatakan perasaannya kepada Nenek tua. Dia tahu itu karena
pada saat itu dia sedang mengalami sakit yang luar biasa akibat minumnya yang
terlalu banyak dan dia tahu sakit itulah yang akan mengantarkannya kepada
kematian. Dan benar saja setelah dia mengungkapkan isi hatinya kepada sang
Nenek dengan terbata-bata dia menghembuskan nafas terakhirnya di taman itu dan
pada malam itu. Tentu saja sang Nenek tidak terkejut karena dia sudah tahu itu.
Setelah mayat penyair itu disingkirkan oleh para polisi dari taman itu suasana
taman kembali tenang seperti saat dia pertama kali ada di taman itu sebelum
pertemuannya dengan sang penyair. Dan malam itu seperti tidak terjadi apa-apa
di taman itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar