Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat memprihatinkan dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan dengan peperangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Karakteristik
sastra Angkatan 45
1.
terbuka,
2.
pengaruh unsur sastra asing lebih luas,
3.
corak isi lebih realis,
4.
naturalis, dan
5.
individualisme sastrawan lebih menonjol
Ciri-ciri
teks sastra Angkatan 45
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Dari karya sastra yang berjudul “Aku” karya Chairil
Anwar dapat diketahui ciri-ciri teks sastra Angkatan 45 sebagai berikut dibawah
ini
1.
berisi sebuah amanat
2.
bahasa menggunakan Bahasa Indonesia
3.
tidak terikat
Tokoh-tokoh dan karya Angkatan 45
1. Khairil Anwar dengan judul Deru Campur
Debu, Kerikil Tajam yang Terampas dan yang Putus, Tiga menguak Takdir, Sani dan
Rivai Avin,
2. Idrus dengan judul Dari Ave Maria ke
jalan Lain ke Roma, Keluarga Surono, Dokter Bisma,
3. Achdiat Kartamiharja dengan judul Atheis,
Keretakan dan Ketegangan, Bentrokan dalam Asmara,
4. Aoh Kartahadimaja dengan judul Zahra,
Pecahan Ratna, Poligami, Manusia dan Tanahnya,
5. Rustandi Kartakusumah dengan judul Prabu
dan Putri, Heddi dan Tuti, Rekaman Tujuh Daerah, Lagu Kian Menjauh.
Karakteristik
sastra Angkatan 66
Angkatan ’66 ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.
Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya
sastra pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran sastra, seperti munculnya
karya sastra beraliran surealis, arus kesadaran, arketipe, dan lainnya.
Karakteristik
sastra Angkatan ’66 adalah:
1. bercorak
perjuangan antitirani,
2. protes
politik, anti kezaliman dan kebatilan,
3. bercorak
membela keadilan, mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan,
4. berontak terhadap
ketidakadilan,
5. pembelaan
terhadap Pancasila,
6. berisi
protes sosial dan politik.
Hal tersebut diungkapkan dalam karya sastra pada masa
Angkatan ’66 antara lain: Pabrik (Putu Wijaya), Ziarah (Iwan
Simatupang), serta Tirani dan Benteng (Taufik Ismail). Berikut ini disajikan
puisi Taufik Ismail, yang mencerminkan keprihatinannya terhadap situasi negara
di masa itu.
Ciri-ciri
teks sastra Angkatan 66
Depan Sekretaris Negara
Setelah korban diusung
Tergesa-gesa
Keluar jalanan
Kami semua menyanyi
“ Gugur Bunga”
Perlahan-lahan
Prajurit ini
Membuka baretnya
Air mata tak tertahan
Di puncak gayatri
Menundukkan bendera
Di belakangnya segumpal awan
(Antologi Tirani)
Dari karya sastra yang berjudul “Sekretaris Negara”
dapat diketahui ciri-ciri teks sastra Angkatan 66 sebagai berikut dibawah ini.
1. sajak bebas
2. bahasa
Indonesia
3. semua isi
Tokoh-tokoh dan karya
sastra Angkatan 66
Penamaan angkatan ini dinamakan oleh H.B Jassin diantaranya:
1. Taufik Ismail dengan judul Tirani,
Benteng, Puisi-puisi Sepi, Sajak Ladang Jagung,
2. Bur Rasuanto dengan judul Mereka yang
Berpeluh, Mereka akan Bangkit, Mereka telah Bangkit, Sang Ayah, Manusia Tanah
Air, Tuyet,
3. Mansur Samin dengan judul Perlawanan,
Kebinasaan negeri Senja, Tanah Air,
4. W.S Rendra dengan judul Balada orang-orang
Tercinta, Empat Kumpulan Sajak, Ia sudah Bertualang, Blues untuk Bonnie,
Sajak-sajak Sepatu Tua, Potret Pembangunan dalam puisi,
5. Ayip Rosidi dengan judul Pesta,
Tahun-tahun Kematian, Surat Cinta Enday Rasidin, Ular dan Kabut, Laut Biru
Langit Biru.
Referensi:
A. Sayuti, Suminto.
1979. Evalusi Teks Sastra. Jakarta: Mitra
Gama Medya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar